Nanang Solikin, perajin bambu |
Walau sumber daya dari Bojong sendiri tidak
mendukung, namun produk meubeler dari bambu telah menjadi salah satu
sumber penghasilan keluarga para perajin di sini. Jenis bambu yang
digunakan adalah bambu wulung yang didatangkan dari Pengasih Kulon Progo
dan Gunung Kidul. Ada yang unik dari usaha ini, karena keuntungan yang
diperoleh sangat kecil. Dari setiap lincak bambu yang dijual perajin
kepada pengedar dengan harga Rp. 35.000, hanya diperoleh keuntungan 3
sampai 4 ribu rupiah. Penghasilan mereka didapat dari perhitungan upah
borongan per lincak Rp. 10.000 dan sehari bisa diselesaikan 3 lincak
oleh satu orang.
Selain 3 jenis produk yang telah disebutkan di atas, mereka juga dapat memproduksi kursi, tempat tidur, rak, almari, selintru/penyekat dan kerei. Namun produk-produk ini hanya diproduksi bila ada pesanan. Produk yang diproduksi secara terus menerus hanyalah lincak, kursi malas dan meja. Untuk ketiga produk ini, para perajin sudah memiliki pengedarnya masing-masing, yang setiap hari mengambil dan menjualkan dari rumah ke rumah di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Walau pangsa pasarnya terbatas di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, namun sampai saat ini semua yang diproduksi selalu habis terjual.
Kesadaran akan kemungkinan persaingan yang tidak sehat di antara perajin, mendorong para perajin Bojong bersepakat menetapkan besarnya harga jual kepada pengedar dan kepada konsumen secara langsung. Untuk lincak misalnya disepakati harga Rp. 35.000 kepada pengedar dan Rp. 45.000 kepada konsumen secara langsung. Demikian pula dengan kursi malas Rp. 33.000 dan meja Rp. 31.000 kepada pengedar. Sedangkan kepada konsumen yang langsung membeli pada perajin, harga dari perajin dinaikan sebesar Rp. 10.000. Kondisi ini menjadi salah satu hal yang positif, sehingga para perajin tidak susah memikirkan pasar produknya.
Hampir seluruh produk meubeler bambu dari Bojong tidak menggunakan kombinasi bahan baku. Bahan baku satu-satunya hanyalah bambu wulung. Pada tahap finishingnya, produk tersebut biasanya diplitur, sehingga nuansa warnanya menjadi cerah. Peralatan yang digunakan umumnya sangat sederhana, yakni hanya dengan gergaji, bendo/parang, pahat, palu dan bor tangan. Modal usahanyapun hanya berkisar Rp. 2,5 juta dengan kebutuhan bambu rata-rata 1 truck atau 300 batang per bulan.
Hasil dari kerajinan bambu yang ditekuni oleh Nanang Solikin dan Eko Purwanto sudah mencukupi untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. (Red).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar