Rabu, 16 Februari 2011

BIOGAS KOTORAN SAPI

Juadi (IJW)
Bantul-Krisis global telah meninggalkan bekas yang mendalam bagi masyarakat, naiknya harga kebutuhan sehari-hari menjadikan masyarakat merasa sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini menyebabkan semakin kompleknya permasalahan yang timbul dikarenakan masyarakat saat ini terlalu bergantung pada penyedia bahan kebutuhan namun tidak dapat memproduksi sendiri sehingga masyarakat mau tidak mau harus memenuhi kebutuhannya dengan cara membeli.
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan bahan baku pertambangan minyak. Pada kenyatannya, kekayaan akan tambang minyak tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Padahal sebagian besar masyarakat menggunakan minyak sebagai bahan bakar, baik untuk produksi usaha maupun untuk memnuhi kebutuhan rumah tangga. Dengan langkanya minyak seperti saat ini menjadikan masyarakat harus mencari alternatif lain untuk mengganti minyak sebagai bahan bakar.
Permasalahan serupa juga dirasakan oleh Juadi, seorang warga Dusun Purworejo Wonolelo. Semakin mahalnya minyak tanah sebagai bahan bakar kompor menjadikan Juadi kebingungan untuk membeli minyak tanah, karena di samping mahal minyak tanah juga semakin langka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk memasak istrinya Juadi harus mencari bahan bakar lain sebagai pengganti minyak tanah.
Tepatnya pada bulan Agustus 2008 kebetulan di Dusun Purworejo sedang ada KKN UGM yang mempunyai program mengenalkan manfaat biogas, mereka sedang mencari kandang ternak warga yang bersedia untuk dijadikan lokasi praktek program pembuatan biogas. Tanpa pikir panjang, Juadi menawarkan kandangnya sebagai lokasi praktek pembuatan biogas.
Proses pembangunan biogas memerlukan waktu sekitar 1 bulan dengan dana sebesar Rp. 2.500.000,-. Dengan 3 ekor ternak yang dikelola oleh Juadi sudah cukup untuk memenuhi syarat minimal pembuatan biogas, karena kotoran ternak sapi itulah yang nantinya menjadi bahan baku penghasil gas bio. Bahan pembangunan yang dipakai juga sangat mudah didapat, diantaranya yaitu gorong-gorong sebagai tampungan kotoran ternak sapi, pasir dan semen sebagai perekat bangunan tampungan, pipa sebagai penyalur gas dari tampungan ke tungku, dan tungku api sebagai ujung keluarnya gas.
Dengan adanya biogas, saat ini Juadi tidak perlu khawatir lagi akan kehabisan minyak tanah. Jika gas habis, maka yang perlu dilakukan adalah mengeluarkan kotoran dalam tampungan yang telah habis kandungan gasnya dan kemudian mengganti dengan kotoran yang baru dengan.
“Sekali ngisi limbah ternak sapi bisa menghasilkan gas yang cukup digunakan untuk 1 bulan, untuk gasnya sama persis dengan kompor gas pada umumnya. Perbedaannya pada penyalaannya aja, biogas dinyalakan secara manual dengan koreka api. Selain itu ketika gas habis kita nggak usah beli, tinggal masukkan limbah ternak sapi ke dalam tampungan saja kalau gasnya habis. Untuk limbahnya bisa digunakan sebagai pupuk, praktis dan ekonomis pokoknya” tambah menambahkan.
Berdasarkan keterangan Juadi, 3 ekor sapi dapat menghasilkan biogas untuk 1 tungku saja. Jika ternak sapi yang dikelola berjumlah 6 ekor bisa menghasilkan 2 tungku api. Kesimpulannya, semakin banyak ternak sapi yang dikelola akan menghasilkan volume kotoran yang lebih banyak yang berarti dapat menghasilkan volume gas yang lebih besar. (Red.).

4 komentar:

  1. Mantab, layak ditiru. Ini namanya warga yang kreatif

    BalasHapus
  2. Pengelolaan limbah ternak menjadi pupuk dan biogas memang perlu digalakkan. Salut buat pak Juadi yang berani membuat gebrakan baru, semoga yang lain menyusul

    BalasHapus
  3. Joss, inspiratif dan layak ditiru. Tapi ra duwe sapine...

    BalasHapus

Postingan Unggulan

Home Industri Rambak Kulit Cap Janur

Pak Bardi (IJW Doc). IJW-Sabtu (7/8/2021) penulis berkesempatan mengunjungi rumah Pak Bardi, pelaku home industri atau pelaku usaha rumahan ...