Mbak Zun Melayani pelanggan (IJW DOC). |
Perempuan yang kini tinggal bersama suami di Guyangan, Kedungpring,
Wonolelo, Pleret, ini bisa dibilang sebagai penyedia lapangan kerja
untuk dirinya walaupun hanya menempuh pendidikan sampai SLTP (di MTsN
Wonokromo). Usaha yang digelutinya didasari kejelian mbak Zun membaca peluang.
Ini juga sebagai solusi yang dipilihnya mengatasi himpitan ekonomi yang
sulit dan tidak cukup jika hidup sekedar mengandalkan penghasilan
suami.
Dengan modal pas-pasan, Mbak Yuni – panggilan ini lebih dikenal di
Wonolelo – mengawali usaha sebagai pedagang sayuran keliling tujuh
tahun lalu (2003). Saat itu Mbak Yuni melihat bahwa warga Wonolelo
kesulitan jika ingin belanja kebutuhan sehari-hari karena Wonolelo jauh
dari pasar. Jika warga ingin berbelanja harus menempuh jarak sekitar
kurang lebih 5 sampai 7 kilometer.
Setiap pagi dia menjajakan sayur-mayur dengan sepeda motor bebek-nya mengelilingi Desa Wonolelo.
Dari profesinya, ibu dari Denta (anak pertama) ini memperoleh penghasilan bersih sekitar Rp. 40.000- Rp 50.000/hari.
Walaupun sebagai pedagang
sayuran keliling, namun ibu dari dua anak ini tetap menyelesaikan
pekerjaan rumah (yang sampai saat ini masih dipahami oleh kebanyakan
orang sebagai pekerjaan perempuan) sebelum pergi ke pasar. “Saya bangun
jam empat pagi untuk memasak, mencuci dan menyelesaikan pekerjaan
lainnya . Jam setengah enam baru pergi ke pasar kulakan sayur-mayur, untuk dijual keliling desa sampai jam satu siang,” katanya kepada Krida, Sabtu (20/11), saat berjualan di Dusun Ploso.
Pascagempa 26 Mei 2006 lalu, masuklah sejumlah LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) ke Desa Wonolelo, di antaranya adalah ASPPUK (Asosiasi
Pendamping Perempuan Usaha Kecil) dengan dukungan lembaga donor Ford
Foundation. Dengan pendampingan ASPPUK perempuan Kedungpring
membentuk kelompok perempuan pengusaha yang kemudian difasilitasi
membentuk Koperasi Perempuan Rukun Makmur Santosa.
Kehadiran koperasi tersebut dirasakan manfaatnya oleh Mbak Yuni. Ia
merasa lebih tertolong untuk mengembangkan usahanya. Hal ini bisa
dilihat perkembangan usahanya dari tahun ke tahun. Dagangan Mbak Yuni
lebih banyak dan lebih lengkap. Sepeda motor yang dipakainya pun telah
ganti dengan yang lebih bagus.
Hal yang menarik dari perjalanan istri Sudiro ini adalah ketika dia
hamil muda (sering kurang enak badan dan saat hamil tua ketika ia sudah
merasa kerepotan) dia ditemani suaminya dalam menjajakan dagangannya.
Hal ini dilakukan agar sang suami tahu di mana tempat kulakan,
siapa saja yang menjadi langganan serta berapa harga dagangan yang biasa
dijual, supaya ketika Mbak Yuni melahirkan usahanya bisa tetap
dijalankan.
Menurut dia, kalau libur terlalu lama akan banyak pelanggan yang
kecewa. Jika ini dibiarkan, dia akan kehilangan banyak pelanggan.
Sementara di masa-masa sekarang ini sangat sulit untuk kembali merintis
lapangan kerja, dan Mbak Yuni tidak ingin hal ini menimpa dirinya. Mbak
Yuni ingin semua pelanggannya merasa senang dan puas.
Dua tahun terakhir perempuan
berwajah bulat ini telah bisa memberikan bingkisan untuk para pelanggan
setianya. Mbak Yuni membagi-bagi bingkisan berupa jilbab dan jajanan
lebaran. Ini poin bagi Mbak Yuni. Ternyata dengan cara ini banyak
pelanggan yang enggan berpaling darinya.
Namun di sisi lain Mbak Yuni juga sering menemui kendala dalam
usahanya. “Pendapatan saya berkurang jika hujan karena banyak
pelanggan yang malas untuk keluar rumah, kalau ada yang hajatan (mantu,supitan,selapanan bayi) serta saat hari libur, karena kalau hari libur banyak pelanggan yang berpergian dengan keluarga,” katanya.
Untuk mengatasi itu, terutama di saat hujan, Zuniyati atau Mbak Yuni
menerapkan layanan dari pintu ke pintu. Dengan cara ini pelanggan
dimudahkan, dagangannya tetap terjual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar